Bergulirnya wacana waktu sekolah sehari penuh yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mendapat tangapan beragam dari masyarakat. Seperti yang terlihat pada aksi penyampaian pendapat dari elemen guru madrasah di Kota Tasikmalaya pada Minggu, 14 Agustus 2016. Sejak pagi, ratusan guru ini berkumpul di lapangan komplek olahraga Wiradadaha Kota Tasikmalaya. Dalam pendapat yang disampaikan oleh para guru yang mayoritas pengajar di madrasah dan lembaga pendidikan keagamaan ini disebutkan bahwa wacana dilaksanakannya jam sekolah sehari penuh sangat tidak sesuai dengan semangat pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak hanya mengejar kemampuan akademis sementara pembentukan watak dan karakter anak tidak maksimal. Bila anak menghabiskan waktunya di sekolah,maka anak tidak akan memiliki waktu berinteraksi dengan keluarga dan teman di lingkungannya.
Selain itu wacana sekolah sehari penuh tersebut seolah-olah mengenyampingkan peran guru agama yang setiap sore mengajar ilmu agama dan mengaji Al Quran bagipelajar yang beragama Islam. Pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak bukan wilayah eksklusif pihak sekolah. Terlebih bila yang menjadi alasan adalah sibuknya orang tua bekerja yang tidak mempunyai waktu untuk anak sehingga mengharapkan waktu di sekolah yang lebih lama bagi anak-anaknya. Kondisi tersebut mungkin relevan di kota-kota besar, namun di wilayah lain khususnya di Tasikmalaya belum tentu sama.
Oleh karena ini massa menyatakan menolak adanya wacana waktu sekolah sehari penuh (full day school) apalagi bila sampai diterapkan di wilayah Tasikmalaya.